Hyun Soo sedang berada didepan Piano Grand miliknya yang berada diruang keluarganya. Beberapa kertas partitur tersebar di atas Piano Grand itu. Ada pula yang tersebar dilantai. Sementara Hyun Soo sendiri sibuk dengan pensil dan 3 kertas di hadapannya. Sesekali ia menulis, sesekali ia bermain piano. Terus begitu sampai ia mendengar ponselnya bergetar. Ia pun langsung mengambil ponselnya diatas Piano Grand tersebut dan mendorong slide ponsel miliknya ke atas.
“Yoboseyo?”
“Hyun Soo ssi, Jung Ah imnida.”
“Aku tau. Aku menyimpan nomor kau. Ada apa?”
“Ada apa?!” gumam Jung Ah dalam hati. Rasanya ia ingin meledak. Namun ia tidak mau ajakkannya kali ini gagal.
“Permainan basketmu bagus hari ini.” kata Jung Ah, dan setelah itu ia merasa bodoh dengan awal percakapan yang tidak penting itu.
“Jadi kau meneleponku hanya untuk memuji permainan basketku? Kau ini hanya membuang waktuku saja. Lagipula kau berbohong. Aku tidak melihatmu.” Hyun Soo sedikit mengomel.
“Aniyo~, aku memang tadi berada dibelakang...” Jung Ah terdiam sebentar. “Lagipula, memang kau peduli jika aku menonton pertandinganmu?” lanjut Jung Ah buru-buru sebelum Hyun Soo membalas ucapannya.
“Aish, kau pendek, memang kau bisa melihat?” Hyun Soo melantur dari pertanyaan Jung Ah.
“Tsk! Yah! Tidak penting kau bahas itu. Aku hanya ingin mengajakmu latihan untuk lagu duet. Kau tau, aku cukup frustasi bekerjasama dengan kau!” Jung Ah mulai kehabisan sabar.
“Frustasi?” Hyun Soo dengan santai membalas ocehan Jung Ah. Ia bangun dari bangku piano nya dan menuju bar kecil didapur untuk mengambil minum.
“Kau memang benar-benar keterlaluan.” ucap Jung Ah mencibir.
“Hey hey hey, aku ini kakak kelasmu. Sopan sedikit.” protes Hyun Soo. Jung Ah memang tidak pernah memanggilnya dengan embel-embel Oppa atau Sunbae.
“Aku tidak peduli. Aku hanya ingin kita latihan sesegera mungkin. Konser tinggal 3 minggu lagi.”
Hyun Soo diam sejenak. Ia menegak segelas air putih dan menaruh gelasnya kembali di atas bar kecil itu.
“Hyun Soo ssi?” terdengar nada biacara Jung Ah yang tidak sabar dari ujung telepon Hyun Soo.
“Yah! Baiklah. Kita latihan sekarang.”
“Sekarang?” kali ini giliran Jung Ah yang kewalahan sendiri. Rencana awalnya ia ingin tidur terlebih dahulu karena ia cukup capek hari ini.
“Aish, bocah ini. Tadi kau memaksaku, sekarang aku jawab “Ya” kau malah kebingungan. Sebenarnya apa mau mu?” nada bicara Hyun Soo naik satu oktaf. Ia kembali berjalan menuju Piano Grand hitam miliknya dengan mengapit ponsel antara telinga dan pundaknya, tangannya yang bebas membereskan partitur-partitur yang berantakan.
“Geraeyo. 30 menit lagi kita bertemu di ruang musik sekolah.” balas Jung Ah cepat tanpa ingin ada lanjutan perdebatan antara ia dan kakak kelasnya itu.
Klik. Hubungan telepon pun terputus. Belum sempat Hyun Soo mengucapkan kata-kata “Sampai bertemu nanti.”, tapi adik kelasnya itu sudah langsung mematikan teleponnya. Hyun Soo langsung menutup slide ponsel nya dan memasukkannya ke dalam saku celananya. Ia pun berjalan menuju kamarnya sambil membawa setumpuk partitur-partitur piano yang telah ia bereskan. 10 menit kemudian, Hyun Soo sudah siap dengan sweater abu-abu yang dipadukan dengan celana hitam. Ia menenteng postman bag favoritnya untuk membawa kertas partitur-partitur miliknya. Tidak lupa ia membawa helm putih kesayangannya.
“Kau mau kemana, Hyun Soo-ah?” tanya Ibu tiri Hyun Soo kepada dirinya. Ibu kandung Hyun Soo telah meninggal dunia, dan ayahnya memutuskan untuk menikah lagi dengan seorang janda yang ternyata tidak bisa memiliki anak. Ibu tiri Hyun Soo cukup baik dan menganggap Hyun Soo sebagai anaknya sendiri. Hyun Soo sendiri tidak masalah dengan Ibu tirinya, selama ia tidak menghalangi keinginan Hyun Soo untuk berbuat apa yang ia mau dan yang ia tuju. Lagipula, Hyun Soo berpikir kehadiran Ibu tirinya adalah untuk menemani ayahnya yang sering keluar negeri atau menemani dirinya yang hanya tinggal sendiri di rumah yang cukup besar itu.
“Latihan, Eomma. Konser sekolah tinggal 3 minggu lagi.” jawab Hyun Soo sopan.
“Tapi, kau kan sudah punya piano sendiri?”
“Latihan duet. Ada dua lagu yang harus menggunakan 2 piano. Dan hanya 1 lagu yang menggunakan 1 piano.”
“Kalau begitu, kapan-kapan ajak teman duet mu latihan dirumah. Eomma ingin mendengar permainan piano nya.”
“Ne~ nanti aku ajak dia kesini. Doakan saja ia mau.”
“Memangnya kenapa? Dia pemalu? Atau musuhmu disekolah?”
“Aniyo~, dia adik kelasku. Eomma, ijen chulbalhaeya hamnida.”
“Ne~, annyongi gaseyo. Hati-hati Soo-ah.”
Hyun Soo langsung menyalakan mesin motornya, menutup kaca helmnya dan langsung mengendarai motor sport hitam miliknya keluar garasi menuju sekolahnya. Tidak sampai setengah jam, Hyun Soo sudah sampai disekolahnya, tepatnya di ruang musik. Dan sendiri. Jung Ah belum datang. Hyun Soo memutuskan untuk tidak meneleponnya sekarang dan mengomelinya nanti. Sekarang ia berlatih asal dengan salah satu piano di ruang musik. 10 menit kemudian, Jung Ah datang dengan tergesa-gesa, dengan partitur-partitur yang berantakan didalam dekapannya. Ia menggunakan dress berwarna hijau toska, jaket kulit berwarna hitam dan juga legging hitam semata kaki. Saat itu, musim semi baru tiba, sehingga cuaca di Korea masih terbawa oleh suasana musim dingin.
“Kau yang membuat janji tapi kau sendiri yang mengingkarinya. Aku sudah terlalu lama disini. Kau berhutang waktu padaku.” ocehan Hyun Soo langsung mengalir tanpa henti seraya Jung Ah berjalan menuju piano diseberang piano yang ditempati Hyun Soo.
“Mianhae...” jawab Jung Ah singkat. “Lagipula kau yang kecepatan.” sambung Jung Ah membela dirinya sedikit.
“Maaf? Aku akan memaafkan kau nanti. Dan partitur itu? Kau biarkan lecek didalam pelukan mu? Kau ini bodoh sekali.” Hyun Soo kembali mengomel, tidak mempedulikan pembelaan diri dari Jung Ah. Namun kali ini Jung Ah tidak membalas. Ia merapikan kertas partitur-partitur nya yang cukup lecek dengan menggosokkan telapak tangannya diatas kertas itu, berharap bisa lurus kembali.
“Hei, kenapa kau diam saja? Tidak ada kata-kata untuk membalasku?” nada bicara Hyun Soo mulai biasa, walaupun masih terdengar sedikit menyebalkan. Hyun Soo berpikir kali ini ia akan menang berdebat dengan Jung Ah. Tetapi Jung Ah tetap diam dengan aktivitasnya dan Hyun Soo mulai curiga. Karena Jung Ah tidak terlihat, tertutup dengan katup Piano Grand yang sengaja dibuka agar suaranya terdengar jelas, Hyun Soo pun menghampiri Jung Ah.
“Aish, sesange~! Kau ini, bodoh sekali. Bukan begitu caranya. Sampai kapanpun tidak akan pernah lurus jika seperti itu.” Hyun Soo mengomel lagi, kali ini dengan menarik kertas-kertas yang sedari tadi dikerjakan oleh Jung Ah. Jung Ah terperangah, matanya mengikuti arah Hyun Soo yang sedang berada di rak buku. Hyun Soo mengambil 2 buku yang cukup tebal dan mulai menyelipkan kertas-kertas milik Jung Ah diantara halaman-halaman kertas di buku tersebut. Terakhir, Hyun Soo mengambil 1 buku yang tidak kalah tebal juga dan menaruhnya diatas 2 buku yang telah diselipkan kertas-kertas partitur milik Jung Ah.
“Dengan begini, kertasnya akan kembali lurus, walaupun tidak seperti baru, tapi setidaknya lebih baik daripada usahamu yang bodoh itu.” ucap Hyun Soo ketika sudah menyelesaikan pekerjaannya itu dan berjalan kembali menuju pianonya. Jung Ah tetap diam. Kali ini ia tidak punya kertas partitur sama sekali. Ia marah dan kesal. Bagaimana ia akan berlatih jika kertas-kertas itu tidak ada dihadapannya?
“Hey. Aku tidak mengerti dengan jalan pikiranmu. Kenapa kau tetap diam? Sudah bagus aku bantu kau.” Hyun Soo mulai mengoceh lagi.
“SUDAH PUAS KAU MENGUTUKKU BODOH?” teriak Jung Ah kesal. Nada bicaranya 2 oktaf lebih tinggi daripada Hyun Soo. Hyun Soo kaget dibalik pianonya. Tapi sedetik kemudian, ia tidak mau kalah membalasnya.
“KAU MEMANG BODOH! Kalau kau tidak bodoh, kau akan melakukan hal yang sama denganku, atau hal yang lebih briliant daripada aku. Dan yang terpenting, kau akan membawa kertas-kertas itu dengan tas!” bentak Hyun Soo. Acara latihan mereka berantakan seketika.
“Kalau begitu, kau tidak usah berduet denganku, aku memang bodoh, tidak pintar sepertimu!” dan Jung Ah langsung berlari keluar dari ruang musik. Hyun Soo diam sesaat dibangku pianonya, emosinya naik turun, namun akhirnya ia mengejar Jung Ah. Hyun Soo berlari menyusuri koridor lantai 2, karena memang ruang musik berada di lantai 2, tapi ia tidak menemukan Jung Ah. Hyun Soo berpikir cepat dan ia langsung menuju kamar mandi perempuan. Ia mengetuk pelan pintu kamar mandi itu.
“Jung Ah, keluarlah. Jangan seperti anak kecil begini. Kau benar-benar membuang waktu saja.” nada bicara Hyun Soo mulai kalem dan seperti memohon. Tidak ada balasan dari dalam kamar mandi.
“Jung Ah, aku tau kau berada didalam. Cepat buka pintunya dan keluarlah. Aku tidak akan bilang kau bodoh lagi, walaupun kau memang masih suka melakukan hal-hal bodoh.” Hyun Soo kembali bersuara tanpa balasan. Emosinya mulai naik.
“JUNG AH! Sampai kapan kau mau didalam terus?! Kesabaranku mulai habis. Cepatlah kau keluar dan kita selesaikan latihan hari ini! Kau mengerti? Aku tunggu kau diruang musik! Cepat!” kata Hyun Soo dengan nada yang lebih tinggi dari sebelumnya dan langsung pergi menuju ruang musik. Dari dalam, Jung Ah mendengar derap langkah Hyun Soo yang menjauh. Begitu ia yakin Hyun Soo sudah jauh dari kamar mandi perempuan, ia langsung membuka pintu kamar mandi itu.
“Kau benar-benar keterlaluan. Aku tidak bisa marah-marah terlalu lama padamu.” gumam Jung Ah sendiri seraya merapikan dress hijau toskanya, lalu ia berjalan pelan menuju ruang musik.
Dalam radius kurang lebih 100 meter, Jung Ah mulai bisa mendengar dentingan piano yang diciptakan oleh Hyun Soo. Emosinya sudah lenyap. Terdengar dari lagu yang dibawakan Hyun Soo penuh penghayatan: Largo, George Frederic Handel. Jung Ah mendengarkan dari luar ruang musik, ia sengaja tidak mau masuk karena ia tidak ingin mengacaukan permainan Hyun Soo. Largo adalah salah satu lagu yang akan dibawakan Hyun Soo pada konser sekolah nanti. Hyun Soo bermain sampai akhir dengan sangat baik. Dan keheningan tercipta setelah Hyun Soo selesai bermain.
“Jung Ah, masuklah. Aku tau kau ada diluar sana.” teriak Hyun Soo dari dalam. Pipi Jung Ah langsung terasa panas dan memerah, ia pun masuk kedalam ruang musik dengan sedikit malu.
“Permainan mu bagus.” kata Jung Ah seadanya. Dia merasa dirinya memang bodoh dalam merangkai kata. Jadi wajar saja kalau Hyun Soo meledeknya terus.
“Kalau permainanku jelek, aku tidak akan bisa memenangkan beasiswa itu.”
“Jadi, kau serius dengan beasiswa itu? Dan kalau kau menang, kau akan benar-benar pergi ke Eropa?” tanya Jung Ah dengan mata melebar. Ia masih berdiri dekat dengan piano Hyun Soo.
“Tentu saja. Itu kesempatan emas. Jika aku sudah dapat maka tidak akan aku lepaskan. Kau pasti senang jika tidak ada aku lagi disini. Setidaknya, tidak ada lagi yang membentakmu jika kau bersikap bodoh.” ucap Hyun Soo mengalir, dan sesaat kemudian keduanya tidak berbicara sepatah katapun.
“Aisssh.. Orang ini. Terserah katamu. Sekarang bagaimana aku bisa latihan jika kertasku sedang dalam proses brilianmu itu?” Jung Ah bersuara, mengalihkan pembicaraan. Dalam hatinya ia mengutuk dirinya yang seharusnya tidak perlu membahas beasiswa itu.
“Kita bisa menggunakan partitur ku. Kita latihan single piano dulu saja, bagaimana?” tawar Hyun Soo sambil bergeser, memberi tempat untuk Jung Ah duduk disampingnya. Kursi untuk piano itu memang lebih panjang dari kursi piano lainnya, karena fungsinya untuk dua orang jika ada permainan duet seperti yang akan Hyun Soo dan Jung Ah lakukan.
“Eh?” Jung Ah langsung merasa grogi ketika Hyun Soo menyuruh untuk duduk disebelahnya. Seharusnya ia berpikir sampai sejauh ini ketika ia menerima tawaran untuk duet dengan Hyun Soo.
“Tapi, aku belum terlalu bisa lagunya. Aku baru belajar lagu double piano.” sambung Jung Ah buru-buru sebelum Hyun Soo menyadari bahwa Jung Ah grogi.
“Sesange! Kau ini, baru belajar piano 1 tahun? Tidak usah langsung tempo cepat, kita main tempo sedang dulu saja. Ayolah, kau benar-benar membuang waktu.” Hyun Soo lagi-lagi ingin marah namun nada bicara nya kembali normal.
“Ne~.” Jawab Jung Ah singkat dan dengan cepat ia duduk disebelah Hyun Soo dan mencoba menghilangkan semua rasa grogi yang sedang ia rasakan. Mereka pun berlatih terus sampai tidak terasa waktu terus berlalu dan lagu Eine Kleine Nachtmusik (Serenade in G major KV 525) karya Wolfang Amadeus Mozart telah perlahan mendekati kesempurnaan saat mereka berdua mainkan.
“Kau berlatih dengan baik, Jung Ah.” kata Hyun Soo setelah denting terakhir piano berakhir berbunyi. Ia mengambil 2 kaleng minuman isotonik dari dalam tas nya dan memberikan satu kepada Jung Ah. Jung Ah langsung menerimanya, membuka dan menegaknya dengan cepat.
“Kurasa lain kali aku harus bawa setengah lusin minuman khusus untukmu.” komentar Hyun Soo melihat gaya minum Jung Ah yang mirip unta.
“Aish! Sampai kapan kau berhenti meledekki ku? Ini akibat kau tidak mau berhenti, aku capek sekali. Aku mau pulang.” balas Jung Ah membela dirinya. Ia menaruh sisa minuman nya diatas piano sekolahnya itu dan berjalan menuju tumpukan buku, dimana kertas partiturnya masih terselip disitu. Hyun Soo menghampiri Jung Ah yang sedang mengambil kertas-kertas itu.
“Kau lihat, jauh lebih baik, kan?” ucap Hyun Soo bangga melihat hasil dari ide nya itu tidak sia-sia.
“Ya, ya, ya. Aku sudah bilang dari awal, kau memang pintar.”
“Lain kali bawa kertas-kertas ini menggunakan map, araesso?!”
“Ara ara~...”
“Good. Kalau begitu, kau pulang duluan saja, biar aku yang bereskan.” Hyun Soo bersikap lebih ramah kali ini. Jung Ah cukup terkejut dengan perubahan sikap Hyun Soo yang mendadak baik. Biasanya, ini ada maunya...
“Tsk. Aku tidak percaya kau melakukannya dengan tulus.”
“Yah! Memang! Kau hutang 2 kali padaku, aku tidak peduli dengan apapun alasanmu. Latihan selanjutnya, giliran kau yang bawa minum dan membereskan ruangan, oke?”
“Tsk. Dugaanku tepat. Liat saja nanti. Naeil to bweibkessemnida!” kata Jung Ah cepat dan ia langsung melesat keluar. Langit saat itu sudah gelap, ternyata waktu tidak terasa berlalu cepat ketika ia sedang latihan bersama Hyun Soo. Jung Ah refleks memperlambat langkahnya ketika ia mengingat Hyun Soo dan kelakuan anehnya. Hyun Soo yang dikenalnya cuek, ternyata tidak secuek yang ia bayangkan. Hyun Soo dalam klub musik memang pendiam, dan jarang mencetuskan ide-ide. Tetapi, mengapa ketika bertemu dengan dirinya, Hyun Soo menjadi sangat aktif dan bawel. Jung Ah juga tidak mengerti dan ia kembali mempercepat langkahnya. Entah mengapa, ia merasa hari ini adalah salah satu hari terbaiknya.
* * *
“Min Hae-ah?”
“Ne~ ada apa kau meneleponku?”
“Aku jadi ragu dengan beasiswa itu.”
“MWO?! Tapi itu impianmu sejak dulu.” Min Hae yang sedari tadi bermalas-malasan disofa langsung duduk tegak mendengar ucapan dari sahabatnya diujung telefonnya.
“Aaaaish. Seharusnya tidak usah kubilang sekarang. Aku malas berdebat denganmu sekarang. Sudah ya, aku mau pulang.”
Klik. Hubungan telepon terputus. Hyun Soo langsung menutup slide handphone, memakai helm dan langsung mengendarai kembali kendaraan kesayangannya itu menuju rumahnya. Sementara, Min Hae hanya kebingungan sendiri dengan sikap temannya yang mulai seperti air di daun talas.
To be continue... :)
Footnote:
Yoboseyo: halo
...ssi: saudara (sapaan dalam budaya Korea) "Hyun Soo ssi" = "Saudara Hyun Soo"
Imnida: (seperti memperkenalkan diri) "Jung Ah imnida." = "Saya Jung Ah"
Aniyo: tidak
Geraeyo: ya, baiklah
Ijen chulbalhaeya hamnida: saya harus berangkat sekarang
Mianhae: maaf
Sesange: ya Tuhan!/astaga!
Naeil to bweibkessemnida: sampai jumpa besok
Mwo: apa
No comments:
Post a Comment